Tampilkan postingan dengan label lifestyle. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lifestyle. Tampilkan semua postingan

SPIRITUAL EMOTIONAL
FREEDOM TECHNIQUE
Cara Tercepat dan Termudah
Mengatasi Berbagai Masalah Fisik dan Emosi

ORANG YANG PALING MISKIN DI DUNIA ADALAH
ORANG YANG BUTA MATANYA
KARENA IA TIDAK DAPAT MELIHAT KEBESARAN ALLAH SWT.
TAPI, SESUNGGUHNYA ORANG YANG LEBIH MISKIN
ADALAH ORANG YANG MATANYA DAPAT MELIHAT
TETAPI BUTA HATINYA, YAITU
ORANG YANG MEMUTUSKAN SILATURRAHIM DAN
APABILA MELIHAT ORANG YANG KESULITAN
IA TIDAK MAU MENOLONG.
 

15 Masalah Pelajar
 
1.Merasa ingatan buruk
2.Suka menunda belajar
3.Suka bermalas-malasan
4.Candu main PS, game internet, nonton tv
5.Sulit memahami pelajaran
6.Mudah bingung
7.Perhatian tidak lama
8.Suka melamun
9.Takut menghadapi ujian
10.Takut ke ortu kalau tidak lulus
11.Merasa pelajaran terlalu banyak, tidak ada waktu belajar
12.Merasa kurang gairah & tidak termotivasi
13.Sering mudah menyerah
14.Merasa guru terlalu membosankan
15.Tidak suka atau tertarik dengan salah satu pelajaran

Solusi ?
9 Cara Belajar Sukses
1.Tetapkan tujuanmu dengan jelas
2.Rencanakan dan jadwalkan
3.Bertindak dan konsisten
4.Banyak membaca untuk mendapatkan informasi
5.Buat peta pikiran (mind mapping)
6.Miliki ingatan super!!
7.Terapkan apa yang dipelajari
8.Bersiap menghadapi ujian
9.Sikap saat menghadapi ujian
Solusi yang lain yang lebihDAHSYATdan AMPUH untuk menghadapi berbagai masalah belajar dan kehidupan sehari-hari yaitu 

SEFT
(Spiritual Emotional Freedom Technique) 




Lebih lengkapnya, silahkan download disini 
 
Anak-anak di bawah umur 10 tahun belum dapat menggunakan logika berpikir secara maksimal. Apa yang mereka lihat akan langsung dipraktikan tanpa menganalisis benar atau salah. Setelah mereka melakukan tindakan itu dan merasa mendapatkan kenikmatan, mereka akan mengulangi tindakan tersebut lagi dan lagi. Dengan demikian, tak mengherankan jika anak-anak adalah target utama para pembuat dan pemasar tayangan pornografi.
Elly Risman, Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati, menerangkan, sebelum membuat tayangan pornografi, para ahli berkumpul untuk merancang "strategi". "Ada ahli dari ahli syaraf, psikolog, dan yang pasti ahli-ahli dari pembuat teknologi yang membuat tayangan tersebut menarik. Kemudian, pasar yang dibidik adalah anak laki-laki yang belum baliq," ujarnya setelah pembahasan Uji Materi UU Anti Pornografi, di Kantor KPAI Jakarta, Selasa (5/5).

Ia menerangkan, pada anak laki-laki yang belum mengalami masa puber sekitar umur 9 tahun, mereka mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap tayangan pornografi. "Anak-anak dilarang menonton tayangan itu oleh orangtuanya dengan alasan masih kecil, dan itu membuat rasa penasaran mereka bertambah," kata dia.

Saat orangtua lengah, ia melanjutkan, anak akan mencuri-curi untuk menonton tayangan pornografi itu. Setelah menonton tayangan tersebut, apa yang dilihat akan tersimpan terus di dalam sistem limbik. "Tak jarang saat menonton, anak mengalami orgasme. Pada saat itu mereka memang merasa berdosa. Namun, karena merasa ada sesuatu yang menyenangkan, mereka akan mengulanginya lagi," ungkapnya.

"Dan setelah mengalami 33-36 kali pengalaman orgasme, seumur hidup anak akan kecanduan pada tayangan pornografi itu," imbuhnya.

Menurutnya, jika pada umur 9 tahun saja anak sudah kecanduan dengan tayangan pornografi, pada usia 14 tahun anak itu berpotensi melakukan hal-hal yang lebih berbahaya lagi karena setiap hari kadar adiksi dan tingkah laku anak terus berkembang.

"Untuk mencegah anak-anak kecanduan pada tayangan pornografi, orangtua juga harus mengawasi kegiatan anak. Kalau mau memberikan mainan untuk anak, sebaiknya dilihat dulu, kalau tidak mengerti tanya pada pihak lain," kata dia.

"Hilangkan budaya tidak peduli antara anak dan orangtua. Walaupun sibuk, tetap berikan perhatian kepada anak. Selain itu, pemerintah juga harus menegakkan peraturan dengan tegas. Anak-anak harus dilindungi," tandasnya.

Sumber : Kompas.com
Bukan hanya untuk mencari berita terkini, kegiatan membaca buku, membayar rekening listrik, hingga curhat dengan sahabat di belahan dunia lain kini bisa dengan mudah dilakukan menggunakan fasilitas internet.

Rasanya, hidup kita sekarang tak mungkin dipisahkan dari internet. Bahkan, bangun tidur pun yang dilakukan pertama kali adalah membuka internet untuk meng-update status di situs jejaring sosial.

Namun, waspadailah bila waktu Anda berselancar di dunia maya ini sudah masuk pada zona kecanduan. Studi teranyar menunjukkan bahwa 1,2 persen orang yang kecanduan internet cenderung mengalami depresi. Kesimpulan ini dihasilkan berdasarkan survei yang dilakukan secara online terhadap 1.310 pengguna internet.

Responden dalam survei ini berusia 16-51 tahun. Mereka ditanyai durasi penggunaan internet dan tujuannya. Para responden juga diberi beberapa seri pertanyaan untuk mengetahui apakah mereka menderita depresi.

Peneliti menemukan bahwa sejumlah responden mempunyai dorongan tinggi untuk berinternet hingga menggeser kehidupan sosial di dunia nyata. Mereka lebih suka berkomunikasi lewat situs jejaring sosial atau chat room. Sebanyak 1,2 persen responden tergolong dalam pencandu internet. Mereka lebih banyak berinteraksi di situs jejaring sosial, perjudian, atau situs porno.

Ketua peneliti, Dr Catriona Morrison, mengatakan bahwa di dunia modern ini internet memegang peran yang sangat penting tetapi diiringi dengan sisi gelap. Para pencandu internet lebih rentan depresi dibanding pengguna internet biasa.

"Banyak pengguna internet yang lebih mudah mengurus tagihan rekening, membalas e-mail, atau berbelanja. Namun, mereka juga mengaku sulit membatasi waktunya untuk memakai internet hingga mengganggu kehidupan nyata," paparnya.

Morrison mengungkapkan, belum diketahui apakah penggunaan internet yang berlebihan menyebabkan depresi atau mereka adalah orang-orang depresi yang menenggelamkan diri di dunia maya.

DrVaugn Bell dari Institute of Psychiatry di King's College London mengatakan, secara definisi, orang yang "kecanduan internet" memang secara emosional tertekan. Dengan demikian, ia berpendapat bahwa hasil studi ini tidak mengejutkan.

Studi ini menguatkan studi sebelumnya yang menyatakan bahwa orang yang stres atau dilanda kecemasan cenderung menggunakan internet lebih sering dibanding orang yang emosinya stabil. Menurut para pakar, cara seseorang dalam bersosialisasi akan berdampak pada kesehatan mentalnya.

"Para pencandu internet mulai kehilangan makna pertemanan karena menggantinya dengan teman-teman virtual di jejaring sosial. Hal ini mungkin memengaruhi kesehatan mental mereka," kata Sophie Corlett dari Mental Health Charity Mind.

Ia menambahkan, sosialisasi seharusnya dilakukan lewat kegiatan tatap muka, dan interaksi langsung merupakan salah satu faktor yang membuat mental kita selalu dalam keadaan sehat. Biar bagaimanapun, manusia adalah makhluk sosial.

Sumber : Kompas.com
PENTINGNYA edukasi atau pendidikan tentang seksualitas khususnya bagi kalangan remaja memang tak terbantahkan lagi. Derasnya arus informasi telah menyebabkan orang tua sulit lagi menahan atau membatasi anak-anaknya dari akses informasi termasuk perihal seksualitas.

Oleh karena itulah, edukasi soal seks kini telah mulai diupayakan untuk menjadi bagian dari pendidikan sekolah, meskipun belum bisa menjadi bagian kurikulum. Berkat inisiatif serta dorongan sejumlah lembaga nirlaba, sekitar 20 Sekolah Menengah Atas (SMA) di lima wilayah Jakarta telah menjadikan edukasi seks sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang digelar secara rutin setiap pekannya.

Seperti diugkapkan Direktur Mitra INTI Foundation, Laily Hanifah M.Kes, pihaknya bersama dengan beberapa lembaga non profit lainnya telah berhasil melobi serta mendesak beberapa sekolah menggelar pendidikan seks sebagai kegiatan ekstrakurikuler.

“Ada empat sekolah di tiap wilayah di Jakarta yang telah berinisiatif menjadikan pendidikan seks sebagai bagian ekstrakurikuler. Di antara mereka ada yang sudah mulai, sebagian lain masih dalam persiapan untuk mulai,” papar Laily di sela-sela talkshow “Seksualitas di Indonesia : Tabu atau Perlu?” dan acara peluncuran Buku Kesproholic di Jakarta, Kamis (10/7). .

Untuk saat ini, lanjutnya, pendidikan seks sebagai memang belum memungkinkan untuk menjadi bagian kurikulum sekolah menengah mengingat padatnya jadwal serta beban pelajaran. Laily juga menyesalkan pihak pemerintah yang seperti menutup mata terhadap pentingnya pendidikan seks menjadi bagian dari pelajaran di sekolah-sekolah.

“Padahal edukasi seks jelaslah sangat penting mulai SD hingga perguruan tinggi Kenapa pemerintah seperti tidak bertindak apapun. Seharusnya pemerintah yang punya power lebih gencar dalam hal ini. Oleh karena itulah, menjadikannya sebagai kegiatan ekstrakurikuler merupakan langkah awal. Yang penting, ada komitmen dari pihak sekolah dan pendidikan seks di sekolah. Yang memberi materi juga sebaiknya guru sekolah masing-masing supaya berkesinambungan,” tambahnya

Bila pilot project ini berhasil, lanjut Laily, diharapkan pemerintah akan semakin terbuka mata. Dengan begitu, pendidikan seks diharapkan akan menjadi mata pelajaran di seluruh sekolah di masa mendatang.

Sumber : kompas.com

My Pictures